gbr. Refleksi Penulis (dok.4/8/2020)
Salah satu tantangan bagi pendidik atau para guru di daerah pedesaan lagi terpencil adalah peranan guru lebih dominan
terhadap ilmu pengetahuan dalam pendidikan formal dan nonformal. Memahami hal ini, oleh karena keterbatasan ilmu pengetahuan dari masyarakat itu maupun orang
tua siswa yang setiap hari bekerja sebagai petani. Karena itulah, rendahnya motivasi siswa dalam belajar di bangku sekolahan. Untuk itu, orang tua dan lingkungan masyarakat semestinya mempunyai peranan penting terhadap
pendidikan non formal.
Oleh karena itu, kajian ini mengisahkan refleksi pekerjaan
sebagai guru pada sekolah terpencil. Bukan bermaksud berlebihan tentang guru di
sekolah yang jauh, namun sekiranya berkenan bagi identitas kita sebagai pendidik. Guru
merupakan orang yang pekerjaannya mengajar dan mendidik. Pekerjaan guru adalah profesi
dalam bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Ikhtiar demikian tentunya tidak bisa dilakukan
oleh berbagai kalangan masyarakat itu sendiri termasuk orang tua/wali siswa di
sekolah. Untuk itu, memerlukan
kepandaian khusus sebagai seorang yang profesional. Profesionalitas guru akan menuai mutu pendidikan di sekolah. Ikhtiar seorang
guru adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Dengan demikian, guru dalam menjalankan tugasnya dengan penuh kesadaran
pula akan kewajiban dan tanggung jawabnya mengajar serta mendidik para siwa, sekalipun aksesibilitas terpencil.
Dengan demikian, tahun pembelajaran ini menantang normal baru era pandemi covid-19. Era transisi pandemic covid-19, merupakan kajian guru untuk menuai mutu pendidikan di Indonesia. Sebagai seorang profesional dengan pengetahuan yang di-bekalkan kepadanya, ia melakukan pekerjaan profesi tidak semata-mata didorong oleh sentimen-sentimen kemasyarakatan, melainkan secara terarah dan selektif menangani persoalan-persoalan kemasyarakatan yang dihadapkan kepadanya atau yang (pendidikan nonformal) terdekteksi olehnya sebagai seorang profesional. Kurikulum pendidikan memungkinkan guru melakukan pendekatan terhadap suatu permasalahan (wabah pandemic covid-19) secara lebih mengenai sasaran yakni para peserta didik.
Karena itu, seorang guru pada suatu daerah terpencil sebagai homo socius, tidak mungkin dipencilkan dari kebersamaannya itu. Dengan demikian, di mana saja ada manusia hidup bermasyarakat, di sana selalu membaktikan diri kepada masyarakatnya terutama peserta didik di sekolah. Oleh karena itu, tersiratlah kualifikasi guru sebagai seorang professional di tengah masyarakat perkampungan dengan nuansa pedusunan yang masih mengembangkan berbagai kebutuhan akses untuk menunjang pembelajaran era new normal di sekolah.
Selain itu, perubahan proses pembelajaran akibat covid-19 tidak selalu dapat dicerna oleh masyarakat pedesaaan lagi terpencil yang sudah terbiasa pada kelaziman-kelaziman yang mereka alami. Kalau semula anak-anak mereka setiap pagi hari ke sekolah, maka perubahan yang terjadi guru berkunjung ke rumah, belajar secara kelompok di luar rumah, wajib memakai masker dan mematuhi protokol kesehatan yang diharapkan oleh pemerintah.
Sejalan dengan itu, dalam menghadapi kenyataan wabah pandemi covid-19, masyarakat sangat membutuhkan penyuluhan dari orang-orang yang terlatih untuk menerapkan protokol kesehatan, bahkan kita mampu membimbing masyarakat dengan wawasan dan pandangan baru demi pemahaman yang lebih baik tentang new normal tahun pembelajaran 2020/2021.
Namun, setiap upaya pembelajaran pada masa transisi covid-19, tidak mungkin dijamin bebas –dampak atau steril terhadap warga sekolahnya. Hal ini mengesankan adanya paradoks, kalau metoda daring atau luring menimbulkan dampak tertentu – termasuk dampak yang mungkin negative, lalu mengapa kita (sekolah) melakukan pembelajaran dan bukannya menunggu sampai normal kembali?
Pertanyaan demikian hanya memuat problematik yang semu, sebab tidak ada sekolah yang sengaja lebih suka membeku dengan keadaan new normal. Mungkin satu-dua kekecualian dapat ditemukan, seperti pada daerah zona merah dan kuning. Akan tetapi, adanya kekecualian itu justru mengukuhkan dalil bahwa tiada sekolah yang mau membekukan diri dalam status kekiniaannya (tahun ajaran 2020/2021). Setiap sekolah mencita-citakan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sebagai amanat UUD 1945. Dengan demikian, kiranya upaya pembelajaran yang direncanakan sekolah kita pada masa new normal adalah mengambil prakarsa yang mengarahkan merdeka belajar bagi guru serta siswa dan tidak sekedar menjalankan proses daring dan luring saja.
Kiranya
kajian ini berkenan sebagai referensi untuk
kajian lain dan khazanah di perpustakaan sekolah. Dan semoga khalayak pembaca dapat menemukan percikan gagasan yang merangsang pengembangan
pemikiran selanjutnya atau keritik yang mendorong elaborasi pada bagian yang
masih ada celah sebagai kekurangan di sana sini dalam tulisan ini. (4/8/2020)
***********









